Jumat, 22 Januari 2010

PASBAR BUTUH PEMIMPIN VISIONER SEPERTI HATTA

Oleh : Prof. Dr. Ir. Syafril Kemala


Bung Hatta Bapak Koperasi Indonesia bercita-cita menjadikan Pasaman Barat melalui Tongar (Simpang Empat) sebagai kawasan koperasi modern sekaligus mengaktualisasikan ekonomi kerakyatan dengan usaha bersama berdasar azas kekeluargaan untuk mewujudkan masyarakat adil, makmur dan sejahtera.

Sekitar tahun 1957 kebijakan politik pemerintah dengan dekolonisasi mengembalikan putra-putri Indonesia yang hijrah sebelum kemerdekaan sebagai kalonisasi pemerintah kolonial Belanda. Salah satu bentuk kolonisasi warga asal Indonesia (Jawa) dijadikan tenaga kerja pada perkebunan dan pertambangan di Amerika Latin (Suriname).

Desa Tongar di Kabupaten Pasaman Barat + 7 km ke arah utara Simpang Empat dengan luas + 30.000 ha, topografi agak rata, ketinggian + 200 m dpl dengan curah hujan 2.000 – 3.000 mm/tahun adalah daerah pertanian. Warga Indonesia asal Suriname rata-rata berpendidikan setingkat SLTP / SLTA dan perguruan tinggi, terdistribusi dalam kelompok anak-anak, dewasa dan orangtua 70 % tergolong angkatan kerja produktif. Di daerah asalnya bekerja sebagai pekerja industri pertanian, pertambangan dan pegawai perkantoran. Mereka telah mengalami akulturasi budaya Barat lebih 100 tahun, dengan karakter etos kerja tinggi, efisien, dinamis dan rasional. Tiap KK yang ditempatkan di desa Tongar diberi hak milik tanah 2 – 4 ha, dilengkapi dengan prasarana komunikasi dan transportasi.

Di desa Tongar dibangun industri kayu, perkebunan, peternakan dan persawahan dalam suatu kelembagaan koperasi. Badan usaha koperasi dikembangkan menurut kebutuhannya, seperti koperasi produksi, simpan pinjam, pasar dan lainnya. Semua transaksi masyarakat sehari-hari melalui koperasi, demikian pula produksi dikelola dan dipasarkan melalui koperasi. Desa Tongar waktu itu mengagumkan, ekonomi tumbuh dengan baik, masyarakat mandiri, industri pertanian (pangan, gula, kayu) berkembang dengan baik. Sayang sekali Sumatera Barat mendapat bencana meletusnya peristiwa PRRI / Permesta yang memporakporandakan program mulia tersebut. Sekarang hanya tinggal puing-puing untuk dikenang.

Lima puluh tahun kemudian, di Pasaman Barat terjadi gerakan ekonomi yang digerakkan oleh komoditas kelapa sawit, salah satu komoditas non migas yang sangat handal. Berawal dari Ophir, PTP VI merehabilitasi perkebunan Ophir dengan luas + 6000 ha dalam bentuk inti dan plasma. Kemudian investasi swasta masuk. Saat ini perkebunan kelapa sawit di Pasaman Barat mencapai + 143.884 ha yang terdiri dari kebun inti 58.850 ha, plasma 25.544 ha dan kebun rakyat 59.490 ha.

Sejarah perkembangan kelapa sawit di Pasaman Barat tidak terlepas dari asal lahan. Perlu diketahui bahwa lahan yang dijadikan kebun inti dan plasma terdiri atas tanah ulayat adat. Sesuai dengan struktur dan fungsi adat maka wilayah adat melekat pada geografi kependudukan, yang terdiri dari Jorong, Nagari, Kecamatan dan Kabupaten. Sejalan dengan program pemerintah dalam pembangunan ekonomi sektor pertanian (perkebunan) dengan pola inti – plasma, maka organisasi inti (PT) didampingi oleh plasma dalam wadah Koperasi Unit Desa (KUD). Identik dengan itu daerah / wilayah kerja KUD setara dengan wilayah kejorongan / nagari.

Sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah untuk memberi kemudahan terhadap pengembangan KUD (kredit, teknologi, pemasaran) maka pendapatan yang diterima petani betul-betul sudah terjamin. Dalam pembangunan kebun oleh inti telah dipersyaratkan oleh pemerintah ratio areal inti dan plamsa 1 : 1, yaitu 1.000 ha inti dan 1.000 ha plasma. Pada saat ini di Kabupaten Pasaman Barat ada + 20 KUD, dengan luas kebun plasma rata-rata 1.500 ha pada 20 kejorongan.

Aset KUD dengan 1.500 ha kebun, bila nilai kebun sawit Rp 90.000.000/ha, berarti 1 unit KUD punya aset 180 Milyar. Dari konstribusi kebun per 2 ha/KK adalah Rp 4.000.000 perbulan di unit desa (jorong). Beredar uang 1000 x 4.000.000 setara dengan 4 Milyar. Efek ganda dari uang yang beredar Rp 4 M/bulan apa bukan sesuatu aktivitas ekonomi yang membanggakan ? Dengan adanya nilai pasar 4 M perbulan semua aktivitas ekonomi di pedesaan / jorong tersebut akan berjalan. Industri rumah tangga (anyaman, makanan), bengkel, mini swalayan, industri perikanan dan pertukangan akan hidup.

Notabene dengan sendirinya lapangan kerja terbuka dan dalam waktu 3 tahun tidak ada pengangguran. Dan dalam 5 tahun semua prasarana yang dibutuhkan sebagai desa maju yaitu sekolah (SD, SMP dan SMU), puskesmas / posyandu, lapangan olahraga, TPA akan tersedia pada tiap jorong / nagari.

Semuanya akan terjadi bila pemimpin (Bupati, Camat, Wali Nagari, Jorong), berjuang untuk rakyat dan memihak pada rakyat. Koruptor desa yang menyatu dengan preman dan lintah darat menjadi musuh bersama. Selamat, carilah pemimpin anda yang dapat menjadikan Pasaman Barat menjadi kawasan koperasi modern.


· Guru Besar di bidang Sosial – Ekonomi, Pertanian

* Ketua Umum IKPB 2004 - 2009

Dimuat dalam Buletin IKPB edisi 5, Januari 2010

Tidak ada komentar: