Rabu, 27 Juli 2011

POTENSI PENURUNAN EMISI DI MUSI RAWAS*


Harapan terindah kegiatan pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD) berupa manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar hutan, negara dan terjadi kelestarian lingkungan. Jika ketiga aspek ini bisa terealisasi maka kegiatan REDD yang berorientasi untuk melakukan penurunan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfir akan tercapai. REDD berpotensi mengurangi emisi GRK dengan biaya yang rendah, waktu yang singkat dan pada saat bersamaan diharapkan bisa membantu masyarakat miskin di sekitar hutan dan membantu negara untuk mencapai pembangunan berkelanjutan.

Pertanyaannya, mungkinkah ini bisa terlaksana ? bagaimana melakukannya ? Relakah Negara maju sebagai emitor terbesar memberikan kompensasi yang realistis pada negara yang melakukan penyerapan emisi ?

Pada kenyataannya, ide REDD yang semula terlihat mudah dan ideal, faktanya tidak sesederhana yang dibayangkan. Muncul berbagai persoalan dalam realisasinya, seperti kesepakatan internasional untuk masukkan isu baseline, additionality, permanence, Reference emission level (REL) dan Reference Level (RL). Semua isu ini mudah diucapkan tetapi sulit dilaksanakan.

Belum lagi semua isu diatas terselesaikan, muncul lagi persoalan baru mengenai kelembagaan implementasi REDD, kelembagaan keuangan dan mekanisme distribusi insentif. Siapa yang harus membentuk ini semua dan dari mana biayanya ?

Mungkinkah masyarakat sekitar hutan yang berpendidikan rendah, akses infomasi terbatas dan miskin secara ekonomi bisa ikut berpartisipasi dalam kegiatan REDD. Bisakah semua isu yang begitu rumit disederhanakan sehingga masyarakat juga bisa berpartisipasi ? Siapa yang akan melakukan capacity building untuk masyarakat ? Memang semua pertanyaan diatas masih menjadi pertanyaan tanpa ada jawaban pasti.

Berdasarkan berbagai pertanyaan di atas, JICA – Jepang dan Carbon and Environmental Research (CER) Indonesia tahun 2009 melakukan studi tentang Kemungkinan REDD di Taman Nasional Kerinci Seblat, khususnya yang berada di kabupaten Musi Rawas. Selanjutnya tahun 2010 dan 2011 Center for Clean Air Policy (CCAP) – Amerika Serikat dan CER Indonesia melakukan studi lanjutan untuk membangun model kelembagaan bagi implementasi REDD pada skala lokal. Kementerian Kehutanan, Pemda Provinsi dan Kabupaten mendukung penuh kegiatan ini.
Potensi yang Besar

Hasil studi JICA dan CER Indonesia tahun 2009 menunjukkan adanya peluang yang besar untuk implementasi REDD khususnya di Kabupaten Musi Rawas. Luas Kabupaten ini 1.236.582,66 Ha. Luas hutan Kabupaten ini 599.455 ha yang terdiri dari Hutan Konservasi ( TNKS ) 248.360 ha, Hutan Produksi Tetap 301.458 ha, Hutan Produksi Terbatas 25.288 ha, Hutan Lindung 1.842 ha dan Hutan Produksi Konvers 22.507 ha.

Berdasarkan studi ini, laju emisi dari kegiatan deforestasi dan degradasi hutan di Kabupaten Musi Rawas antara tahun 2003 dan 2006 adalah sebesar 5,9 juta ton CO2 per tahun. Sebanyak 88% emisi dihasilkan dari kegiatan deforestasi hutan sekunder dan degradasi pada hutan primer.

Besarnya laju deforestasi dan degradasi ini menunjukkan adanya peluang yang besar bagi kabupaten Musi Rawas untuk berperan dalam kegiatan REDD di Indonesia. Angka deforestasi dan degradasi ini juga berkorelasi positif dengan angka emisi pada tahun yang sama. Rata-rata emisi dari berbagai tipe vegetasi antara tahun 2003 – 2006 sebesar 5.881.933 ton CO2/tahun. Sumber emisi yang terbesar berasal dari degradasi pada hutan primer dan deforestasi dari hutan sekunder .

Kelembagaan REDD Musi Rawas

Heboh Letter of Intent (LoI) antara Indonesia dengan Norwegia sudah ditindaklanjuti dengan cepat oleh pemerintah. Presiden RI mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2010 tentang Satuan Tugas Persiapan Pembentukan Kelembagaan REDD+. Dalam Kepres ini Satgas REDD+ memiliki enam tugas yaitu : Memastikan penyusunan strategi nasional REDD+ dan Rencana Aksi Nasional Pengurangan Gas Rumah Kaca (RAN-GRK); Mempersiapkan pendirian lembaga REDD+; Menyiapkan instrumen dan mekanisme pendanaan; Mempersiapkan pembentukan lembaga MRV (monitorable, reportable and verifiable, atau termonitor, terlaporkan dan terverifikasi) REDD+ yang independen dan terpercaya; Menyusun kriteria pemilihan provinsi percontohan dan memastikan persiapan provinsi terpilih; dan Melaksanakan kegiatan lain yang terkait dengan persiapan implementasi Surat Niat dengan Pemerintah Norwegia.

Dari enam tugas Satgas REDD+ ini, empat tugas utama belum selesai dilakukan. Mungkin harga koordinasi dan mencapai sebuah konsensus terlalu mahal di negeri ini. Hal yang membanggakan dari Studi CCAP dan CER Indonesia di Musi Rawas tahun 2010 adalah terbentuknya kelembagaan REDD di tingkat Kabupaten Musi Rawas. Ketika kelembagaan di tingkat nasional dan provinsi belum terbentuk, di Kabupaten Musi Rawas kelembagaan ini sudah terbentuk. Segenap stakeholders di Musi Rawas berhasil melewati fase koordinasi yang melelahkan dengan gemilang.

Kelembagaan REDD di kabupaten ini diberi nama Working Group REDD Kabupaten Musi Rawas dibentuk berdasarkan Keputusan Bupati Musi Rawas No. 228/KPTS/BAPPEDA/2010. Tahun 2011 dilakukan revisi dengan SK Bupati Nomor 277 / KPTS/BAPPEDA/2011 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Pelaksanaan Program Reduction Emissions from Deforestation and Forest Degradation Kabupaten Musi Rawas. Keanggotaan Working Group ini dibagi menjadi dua kategori yaitu Komisi REDD yang terdiri dari pejabat dinas-dinas terkait dan Kelompok Kerja yang ditunjuk oleh Bupati sebagai penanggung jawab Working Group REDD. Tim teknis diwakili oleh stakeholder dari Dinas Kabupaten, perguruan tinggi, LSM serta kelompok petani dan nelayan.

SK Bupati ini memberikan mandat pada Working Group REDD Musi Rawas sebanyak 5 tugas yaitu :

  1. Menyeusun strategi dan program REDD+ sejalan dengan program yang sedang dan akan direncanakan oleh Pemerintah Kabupaten Musi Rawas terkait dengan kegiatan pemanfaatan lahan dan pengelolaan sumber daya hutan
  2. Mengembangkan kegiatan pilot REDD+ berbasis masyarakat.
  3. Menyusun kerangka kerja pelaksanaan kegiatan pemantauan, pelaporan dan verifikasi (MRV) kegiatan REDD+.
  4. Menyusun strategi pemasaran program REDD+ dan menggali potensi pendanaan daerah/nasional dan internasional untuk mendukung pelaksanaannya.
  5. Tim Koordinasi mengadakan rapat koordinasi sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam setiap bulan.

Potensi Demontration Activities

Berbagai pra kondisi untuk kegiatan REDD di Musi Rawas sangat mendukung. Bukan hanya karena kabupaten ini memiliki sejarah emisi yang besar tetapi kabupaten ini memiliki tipe vegtasi yang beragam, Pemerintah Daerah yang akomodatif, masyarakat yang ramah dan pekerja tangguh, aksesibilitas yang memadai (Musi Rawas memiliki lapangan terbang), riset di daerah ini sudah cukup banyak dan di Musi Rawas ada tokoh konservasi dari masyarakat setempat yang sungguh mengagumkan. Tokoh konservasi ini tinggal di sekitar TNKS dan sudah banyak melakukan rehabilitasi lahan secara swadaya dan bahkan mengeluarkan dana pribadi untuk perbaikan lingkungan sekitar.

Hasil identifikasi studi CCAP dan CER Indonesia minimal ada 4 lokasi potensial untuk melakukan kegiatan demonstration activities (DA). Keempat lokasi yang sudah diidentifikasi itu adalah: pertama di sekitar TNKS melalui kegiatan Mengurangi Degradasi dan Deforestasi Melalui Kegiatan Agroforestry Intensif & Microhydro. Kedua kegiatan di Hutan Lindung Bukit Cogong melalui Program Pengolahan Kelapa Terpadu dan Wisata Di Wilayah Penyangga Hutan Lindung Bukit Cogong (HLBC). Ketiga, aktivitas yang terkait dengan perkebunan melalui Pengembangan Pemanfaatan Revitalisasi Perkebunan dalam Peningkatan Penyerapan Karbon pada Kegiatan Perkebunan Rakyat. Dan yang keempat melalui kegiatan Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) sebagai Salah Satu Strategi Peningkatan Stock Karbon & Peluang Masyarakat untuk Mengelola Hutan.

Manfaat Kegiatan Bagi Musi Rawas & Sumsel

Setiap program yang dilakukan oleh lembaga apapun pada prinsipnya harus memiliki manfaat bagi wilayah yang bersangkutan. Semua stakeholders di Musi Rawas sudah berkolaborasi dalam mempersipkan DA. Dari hasil diskusi bersama, semua sepakat bahwa kegiatan riset ini memiliki manfaat seperti berikut :

  1. Diperolehnya informasi baru mengenai karbon, REDD dan MRV bagi Pemda dan masyarakat
  2. Adanya peningkatan kapasitas pemda mengenai isu perubahan iklim melalui kegiatan training yang sudah dan akan dilakukan
  3. Ada dokumen tentang potensi kegiatan penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi lahan di daerah
  4. Tersosialisasinya potensi berbagai kegiatan deforestasi dan degradasi lahan pada beberapa lembaga/negara donor

Strategi Pengembangan Program Mitigasi

Untuk implementasi DA di Musi Rawas tinggal selangkah lagi. Stakeholders di Musi Rawas sudah familiar dengan isu perubahan iklim, perdagangan karbon, MRV dan berbagai peraturan terkait.

Kedepan untuk pengembangan program mitigasi ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi. Minimal ada tiga sasaran dalam fase ini yaitu pengembangan Sumberdaya Manusia, strategi mitigasi dari sektor LULUCF dan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Pembangunan Rendah Emisi.

Dari tiga prasyarat ini diharapkan diperoleh empat output utama sehingga MRV bisa terealisir dengan baik. Output tersebut adalah Manusia Berwatak dan Berkarakter Kewirausahaan, Pengelolaan Kawasan Hutan Sinergi dengan Pembangunan Daerah, Pengembangan dan Pengelolaan Bisnis Hijau serta Pola Investasi dan Investasi Sosial untuk Pembangunan Rendah Emisi. Secara lengkap.

Penutup

Salah satu kelebihan studi bersama tentang REDD di Mura adalah terbentuknya kesamaan visi semua stakeholder. Bahwa satu sama lain sama pentingnya dan program bisa tercapai jika dilakukan secara bersama. Jika di tingkat nasional dan provinsi kesulitan membentuk kelembagaan REDD+, maka di Musi Rawas melalui sebuah kebersamaan dan saling menghargai semua fase bisa dilewati. Dan hanya dalam waktu 6 bulan working group REDD Musi Rawas sudah terbentuk. Ini membuktikan bahwa koordinasi bukanlah raksasa penghalang yang tidak bisa dilewati.
*Muhammad Ridwan
Forestry Specialist di CER Indonesia

Tulisan ini sudah dimuat dalam Majalah Tropis Edisi 04 tahun 2011.
Tulisan ini merupakan ringkasan Laporan Studi REDD di Mura, yang disusun oleh : Rizaldi Boer, Lala Kolopaking, Bramasto Nugroho, Delon Marthinus, Muhammad Ridwan, Syahrina Anggraeni dan Ari Suharto
.

JEMBATAN BANGSA DONG & BATANG HALUAN



Zaman sekarang jembatan bukan hanya berfungsi sebagai penghubung antara dua lokasi, namun juga menyimbolkan kemajuan seni, estetika, wibawa, prestise dan teknologi khususnya di sebuah wilayah. Para arsitek dan ilmuan telah mampu memadukan keindahan seni dan teknologi secara bersamaan dalam rangka membuat jembatan yang lebih besar, lebih baik, lebih indah, lebih kuat dan lebih spektakuler dari yang pernah ada sebelumnya.
Diberbagai belahan dunia, masyarakat dan pemimpinnya berlomba membangun jembatan yang bisa diingat orang sepanjang masa. Indonesia sudah mulai membangun jemebatan yang prestisius, seperti Jembatan Suramadu di Jawa Timur yang menghubungkan Surabaya dan Madura. Panjang jembatan ini lebih dari lima kilo meter (5.438 meter). Sekarang Indonesia sedang merencanakan pembangunan jembatan yang menghubungkan Pulau Jawa dengan Pulau Sumatera. Wow.... dahsyatnya !
Wind and Rain Bridge – Cina
Pembangunan jembatan dengan berbagai konsep penggabungan antara keindahan, kekuatan dan kenyamanan ini sudah berlangsung lama. Bahkan di salah satu bagian Provinsi Guizhou - China, sudah dimbangun jembatan indah tahun 1894. Jembatan ini dikenal orang sebagai Jembatan Bangsa Dong (Jembatan Angin dan Hujan – Wind and Rain Bridge).
Mari kita bayangkan, tahun 1984 (Lebih dari 100 tahun yang lalu) kelompok masyarakat dan pemimpinnya mampu membangun sebuah jemabtan yang sungguh indah, kokoh dan penuh wibawa. Wind and Rain Bridge adalah simbol arsitektur bangsa minoritas Dong. dimana komunitas Dong terbesar Cina menetap. Jembatan panjangnya 50 meter dan pertama dibangun tahun 1894 ada juga yang bilang tahun 1916.
Jembatan dibuat dengan arsitektur kayu murni yang terdiri dari pilar dalam berbagai ukuran dan bentuk. Badan jembatan berbentuk menara drum Cina tradisional. Pada beberapa tempat jembatan dihiasi dengan bunga, ukiran dan jembatan ini sangat unik.
Jembatan Batang Haluan
Jika Jembatan Bangsa Dong yang mewah, prestisius dan bermakna tinggi secara ekonomi bisa dibangun tahun 1894 oleh Bangsa Dong China, ada apa dengan jembatan Batang Haluan ? Haruskah pembangunan sebuah jembatan di suatu kabupaten menunggu dana APBN saja ? Apakah tidak ada cara lain yang lebih cepat, terhormat, bermartabat dan bermnafaat untuk masyarakat banyak ?
Sampai kapan Kabupaten Pasaman Barat bisa mandiri secara ekonomi dan bisa bicara dengan penuh wibawa di forum nasional, kalau untuk membangun sebuah jembatan saja harus menunggu dana APBN? Apakah tidak tidak ada tokoh di Pasaman Barat yang bisa menggalang, menggerakkan, dan menghimpun dana untuk membangu sebuah jembatan ?
Negara ini memikirkan lebih dari 500 Kabupten di Indonesia. Pasaman Barat hanyalah salah satu Kabupaten di Indonesia, yang jika ditanya rakyat Indonesia tidak sampai 1 % orang mengenal Kabupaten yang bernama Kabupaten Pasaman Barat. Kenapa hanya sedikit orang yang mengenal Kabupaten Pasaman Barat ? Tentu saja jawabannya bukan karena kabupaten ini baru berumur 5 tahun, tetapi karena belum ada sesuatu yang dihasilkan yang unik, menarik, bisa dibanggakan, dan sesuatu yang patut ditiru oleh Kabupaten lain.
Kabupaten lain yang baru, misalnya Kutai Timur, Kutai Barat dan Kutai Kartanegara bisa cepat terkenal di nasional dan dunia karena mereka cepat mandiri secara ekonomi. Kota dan Kabupaten Bogor terkenal di Indonesia dan dunia bukan karena sudah lama berdiri tetapi karena memiliki keunikan seperti Kebun Raya Bogor, Puncak, Taman Safari dan perguruan tingginya. Kabupaten Teluk Bintuni di Papua Barat, terkenal di Indonesia dan dunia selain karena kekayaan biodiversiti tetapi juga karena potensi tambangnya. Kintamani di Kabupaten Bangli, Provinsi Bali terkenal bukan karena lama berdiri kabupatenya tetapi karena faktor keunikan budaya dan keindahan alamnya. Nah........ Kabupaten Pasaman Barat ingin dikenal di nasional dan dunia, apa yang ditawarkan ?
Rasanya malu juga kita sebagai anak – cucu – kemenakan Kabupaten Pasbar jika untuk membangun sebuah jembatan saja harus menunggu dana APBN. Bukankah jembatan ini untuk kebutuhan kita semua ?
Di Pasaman Barat, jumlah perusahaan lebih dari 15 dan jumlah penduduknya + 100 ribu KK. Apakah tidak bisa menggerakan potensi yang besar ini? Mari kita belajar dari kisah hidup ”Prita Mulyasari”. Dengan kebersamaan masyarakat, melalui koin saja bisa terkumpul uang + 1 milyar. Malu dong, kita warga Pasbar.
Jembatan Batang Haluan terletak di pusat pemerintahan Kabupaten Pasaman Barat. Setiap tamu yang datang ke Pasaman Barat, baik pejabat, investor dan civil society lainnya akan melewati Jembatan Batang Haluan. Bagaimana ya, pendapat mereka jika melihat di tengah pusat pemerintahan, jembatannya runtuh dan tidak diperbaiki? Mungkinkah investor tertarik datang ke Pasaman Barat jika melihat kebersamaan masyarakatnya sangat minim ?
Di pusat kota Kabupaten saja jembatannya rusak, apalagi di daerah lain. Jangan-jangan banyak daerah yang belum punya jembatan. Apakah kita tidak malu pada rakyat China, tahun 1894 saja mereka sudah bisa mebangun sebuah jembatan yang monumental, prestisius, bernilai tinggi secara estetika dan dikunjungi oleh wisatawan seluruh dunia. Kita yang hidup 100 tahun lebih maju tidak bisa membangun jembatan yang sederhana sekalipun? Wallahu’alam bissawab.
*) Muhammad Ridwan, S.Hut
- Forestry Specialist of CER - Indonesia
(Carbon &  Environmental Research Indonesia)
Sekretaris Umum IKPB & Pemimpin Redaksi Buletin IKPB

Tulisan ini sudah diterbiktan pada Buletin IKPB edisi 09 tahun 2011.

Pemimpin Visioner dalam Halal bi Halal IKPB


H
alal bi Halal (HbH) IKPB sudah berlalu sekitar 3 bulan, tepatnya 31 Oktober 2010. Biarpun demikian kesan mendalam atas acara HbH IKPB tidak mudah dilupakan. Ada beberapa hal yang membuat HbH IKPB kali itu begitu spesial antara lain kehadiran banyak tokoh Pasaman Barat, minang & Nasional, ide kreatif berupa Festival Kuliner Pasbar, desain acara yang menarik, peserta yang rame membludak dan berbagai hiburan menarik lainnya.


Beberapa tokoh nasional dan Minang yang hadir antara lain : H. Azwar Anas (Mantan Gubernur Sumbar dan Menteri Perhubungan RI), Mayjen (Purn) Drs. H. A. Nazri Adlani (Wakil MPR RI Periode 2004 – 2009), H. Ismail Hasan, Prof. Dr. Syafril Kemala (peneliti nasional bidang sosial ekonomi pertanian), Bahardduin R (Bupati Kabupaten Pasaman Barat), Dr. H. Fauzi Bahar, M.Si (Wali Kota Padang), dan beberapa tokoh lainnya. Kehadiran tokoh ini sebagai simbol kokohnya tali silaturrahmi antara tokoh Pasbar, Sumbar, Nasional dengan perantau Pasbar di Jabodetabek.


Perda Bernuansa Religius

Bupati Pasbar (Baharuddin R) dalam sambutannya menyampaikan tentang kepedulian Pemda dalam pembangunan fisik dan non fisik untuk Kabupaten Pasbar. Pembangunan fisik berupa infrastruktur jalan, bangunan, lahan pertanian dan yang lainnya akan dilakukan lebih cepat, terpadu dan demi masyarakat akan dilakukan.


Selain pembangunan fisik, Pemda Pasbar juga serius memperbaiki sisi non fisik kemasyarakatan. Hal ini dibuktikan dengan sudah dibuatnya beberapa Peraturan Daerah (Perda) yang bernuansa religius. Perda yang sudah dibuat antara lain; Perda Pemakaian jilbab dan pakaian muslim, Perda tentang pelaksanaan hiburan di Pasbar dan Perda tentang wajib bisa baca Al-Qur’an.


Munculnya Perda bernuansa religius ini perlu didukung oleh semua pihak. Bahwa pembangunan yang bisa langgeng bukan hanya pembangunan fisik semata tetapi harus diikuti oleh pembangunan iman dan taqwa seperti yang pernah dicanangkan oleh Prof. Dr. Habibie pada era 1990-an.


Pembangunan Berbasis Mesjid

Inilah indahnya jika banyak tokoh berkumpul. Kehadiran tokoh dalam suatu acara bukan hanya membuat acara makin meriah, lebih dari itu semua biasanya seorang tokoh akan memunculkan ide kreatif dan aplikatif. Lihatlah betapa positifnya masukan dari H. Azwar Anas (Mantan Gubernur Sumbar dan Menteri Perhubungan RI) untuk pembangunan Pasbar ke depan. Menurut beliau bahwa pembangunan ke depan harus berbasis dari Mesjid (mushalla). Secara praktis H. Azwar Anas, memberikan metode sederhana, seperti :

a. Hitung atau data jumlah orang yang datang ke mesjid setiap subuh di Pasbar. Sudah pernahkah kita tahu berapa jumlah orang yang shalat shubuh di Mesjid atau Mushalla

b. b. Data jumlah masyarakat miskin di sekitar mesjid. Bagaimana mungkin kita bisa menjalankan program pemberdayaan jika jumlah orang miskin di sekitar mesjid (yang dekat dengan kita) saja, kita tidak tahu jumlahnya.

c. c. Inventarisasi kegiatan ekonomi untuk meningkatkan perekonomian masyarakat miskin dengan melibatkan tokoh adat (datuk), tokoh agama (alim ulama) dan berikan bantuan dari Pemda untuk masyarakat melalui pelibatan lembaga adat dan agama. Model pinjaman dan pengembalian dilakukan melalui mesjid dan jika ada yang lalai juga diumumkan di mesjid (sanksi sosial).

d. d. Kembali ke Mesjid / Surau; perencanaan, bantuan, diskusi dan evaluasi dilakukan di mesjid.

e e. Bangun jalan jika ingin maju. Pembangunan jalan akan mampu mengoptimalkan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang ada dalam suatu wilayah. Pembangunan jalan secara langsung dan tidak langsung akan mampu meningkatkan kualitas perekonomian masyarakat.

Ketua Umum IKPB Periode 2010 – 2015 dalam sambutannya menitik beratkan pada pentingnya kebersamaan perantau dan kampung halaman untuk membangun nagari. Kebersamaan harus diperkuat dan kekurangan sama-sama diperbaiki. Selain itu Ketua Umum IKPB yang baru ini juga menyampaikan beberapa program strategis dan praktis IKPB ke depan antara lain pelaksanakan pertemuan yang reguler, melakukan berbagai seminar untuk memberikan masukan pada Pemda dan berencana membangun sekretariat IKPB di Jabodetabek.


(M. Ridwan)

Tulisan ini sudah diterbitkan pada Buletin IKPB edisi 09 tahun 2011

IKAN DEWA


Ada adagium militer, kemenangan kecil yang diketahui 1000 orang, jauh lebih bernilai daripada kemenangan besar yang hanya disaksikan 10 orang. Dalam konteks Pasaman Barat, salah satu nagarinya memiliki keunikan, kelebihan dan nuansa yang begitu mempesona yaitu Lubuak Landua di Nagari Aua Kuniang. Daerah ini dianugerahi kekayaan biodiversity yang mengagumkan, wisata religius yang memikat dan pemimpin yang kharismatis. Namun area ikan larangannya tidak dikelola dengan baik, kurang publikasi dan miskin perhatian pemerintah.

Ikan dewa adalah salah satu jenis ikan yang sungguh fenomenal. Dari namanya saja orang akan langsung terperangah dan bertanya, kenapa disebut ikan dewa, dimana saja penyebarannya, dan apa mitos yang melekat dengan ikan jenis ini ?

Yang paling terkenal tentang ikan dewa adalah yang berada di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. Tempat ini sudah menjadi daya tarik bagi wisatawan dari berbagai pelosok nusantara bahkan mancanegara dan sudah menjadi salah satu ikon wisata Kabupaten Kuningan. Rasanya belum mengunjungi Kabupaten Kuningan jika belum melihat ikan dewa.

Banyak legenda yang beredar mengenai asal-muasal ikan ini. Menurut berbagai sumber, dahulu kala ketika Prabu Siliwangi masih hidup, beliau memerintah dengan adil dan bijaksana, sehingga hampir semua prajurit dan rakyat tunduk penuh hormat pada Sang Prabu. Namun tak ada gading yang tak retak, begitupun dengan Prabu Siliwangi. Walaupun sudah memerintah dengan adil, masih ada saja prajurit yang tidak suka dan tidak puas terhadap Prabu Siliwangi. Singkat cerita, dikutuklah prajurit-prajurit yang membangkang tersebut sehingga menjadi ikan, yang keberadaannya masih bisa kita saksikan sampai sekarang di Kuningan.

Ada beberapa mitos tentang ikan dewa di Kuningan antara lain siapa yang bisa memegang ikan dewa akan mendapat berkah. Ikan ini bisa terus tumbuh dan berkembang karena masyarakat sekitar percaya jika ikan dewa diganggu atau dimakan bisa mengakibatkan kematian. Bagi kalangan konservasionis, adanya mitos seperti ini bernilai positif karena akan menjaga kelestarian jenis yang dikeramatkan. Bahkan belakangan ini muncul ide kreatif dari kalangan konservasionis untuk menjadikan beberapa spesies langka dengan mencari mitos tertentu.

Penyebaran Ikan Dewa
Penulis melihat ikan ini minimal ada di Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Di Sumatera salah satunya ada di Pasaman Barat, Sumatera Barat dan di Padang Sidempuan, Sumatera Utara. Di Jawa ada di Kuningan, Jawa Barat. Dan di Kalimantan ada di Berau, Kalimantan Timur. Di semua tempat selain di Kuningan, ikan jenis ini dikonsumsi oleh masyarakat dan banyak ditemukan di sungai-sungai jernih dan berair bersih. Biasanya, kalau di sungai ditemukan jenis ikan dewa maka biasanya ada juga jenis ikan kulari (bahasa Pasaman Barat).

Ikan Larangan Lubuak Landua
Di Pasaman Barat – khususnya di Lubuak Landua, ikan ini tidak diganggu oleh masyarakat apalagi dimakan karena masyarakat percaya, jika ikan ini dimakan bisa mendatangkan kesialan, gila, perut buncit atau bahkan bisa menyebabkan kematian. Ikan larangan di Lubuak Landua banyak dikunjungi warga selain karena mitos, estetika juga didukung oleh adanya Surau Buya Lubuak Landua tempat masyarakat suluak (memperdalam ilmu agama).

Tahun 1998 & 2002, penulis sempat berkunjung ke Kuningan. Dalam waktu empat tahun terjadi perkembangan ikan dewa yang luar biasa; fasilitas makin lengkap, ikannya makin banyak & makin besar. Tetapi di Lubuak Landua dari tahun 1990 – 2009 penurunan ikannya begitumengkhawatirkan. Ikannya makin sedikit, makin kecil & debit airnya kian berkurang.
Kalau kita bandingkan, di Kuningan keberadaan ikannya tiap tahun bertambah banyak dan tambah besar maka di Lubuak Landua ikannya tiap tahun makin sedikit dan mengecil. Jika di Kuningan dibuatkan kolam yang luas maka di Lubuak Landua hanya dibiarkan di sungai tanpa ada intevensi yang konstruktif.

Membiarkan ikan ini di sungai apa adanya tentu kurang menguntungkan, karena kondisnya sangat dipengaruhi oleh sungai sendiri. Jika air besar ada kemungkinan ikan hanyut. Jika air terus-menerus mengecil maka akan mengurangi ruang tumbuh ikan. Dan kenyataanyanya, sungai ini tiap tahun debit airnya makin mengecil & makin dangkal sehingga menghambat pertumbuhan.

Mungkinkah suatu saat nanti tanah di sekitar ikan larangan Lubuak Landua dibebaskan sekitar 2 ha untuk memberi ruang tumbuh-kembang ikan ? Dengan dibebaskannya lahan sekitar ikan larangan diharapkan ikan makin banyak, makin besar sehingga pengunjung bisa lebih banyak, pedagang lebih berkembang dan pendapatan masyarakat sekitar meningkat. Kita tunggu political will eksekutif, legislatif dan tokoh masyarakat, sehingga penghasilan masyarakat bisa lebih baik dan Kabupaten Pasaman Barat makin terkenal.

*) Muhammad Ridwan, S.Hut
- Forestry Specialist of CER - Indonesia
(Carbon & Environtmental Research Indonesia)
Sekretaris Umum IKPB & Pemimpin Redaksi Buletin IKPB.

Tulisan ini pernah dimuat dalam Buletin IKPB edisi 08 tahun 2011

Susunan Pengurus IKPB Periode 2010 – 2015

A. Penasehat :

1. Mayjen (Purn) Drs. H. A. Nazri Adlani : Ketua

2. Prof. Dr. Ir. H. Syafril Kemala, M.Si : Wakil Ketua

3. Drs. H. Djardjis Thalib, MA : Sekretaris

4. H. Farida Tantri Abeng : Anggota

5. Dr. Farid Wajdi : Anggota

6. H. Asmu’i : Anggota

7. Zuardi Alies : Anggota

8. Drs. Maderman : Anggota

9. Dra. Hj. Emma Yohanna : Anggota

B. Pengurus Harian

Ketua Umum : Ir. Asrinal Rajab

Wakil Ketua Umum : Drs. Nases Djon, MM

Ketua Bidang Organisasi & Humas : Drs. Bahuddin

Ketua Bidang Ekonomi & Pembangunan : Drs. Himler

Ketua Bidang Sosial Budaya & Dakwah : Dahlan Lubis, M.MKes., MM

Ketua Bidang Diklat & Pengembangan SDM : Ir. Entos Zainal, M.Ph

Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan : Nurzaimar Nur

Sekretaris Umum : Muhammad Ridwan, S.Hut

Sekretaris I : : Ir. Yuri Rizal

Sekretaris II : Jasra Putra, S. Fil. I

Bendahara Umum : Hummad

Bendahara : Asril Bakri

Seksi-Seksi :

1. Seksi Organisasi : Alfitriandes Miter (Ketua)

Anggota : Dra. Fitniwilis; M. Afrizal; Khairul

2. Seksi Humas : Hafiz, S.E., MM

Anggota : Drs. M. Hunen, M.Pd.

3. Seksi Ekonomi & Kesra: Rahmat Saleh, S. E. (Ketua). Anggota : Akismanto; Dedi Defrizal

4. Seksi Usaha & Koperasi: Zainal Boer (Ketua)

Anggota : Dasril Alies; Mahwizar; Martondi

5. Pembangunan Daerah : Ir. M. Roem (Ketua)

Anggota : Miryul MT Miron, SE.; Azwir

Aftrinal Lubis, S.P.; Edi Rahmat

6. Seksi Sosial & Kesehatan : Dr. Irsyad Sadri (Ketua)

Anggota : Dr. Ahsan Atman; Ardi Husein

7. Seksi Budaya & Pariwisata : Dra. Ani Azhari (ketua). Anggota : Samridal, S.E., Dra. Yusmanidar, Upik Nurmi & Imelda

8. Seksi Dakwah & ZIS : Drs. Hasinggahan

Anggota : Dr. Ahmad Ridho Almunzier

9. Seksi Pendidikan : Supriadi (Ketua)

Anggota : Khairil Lubis; Alfitra, S.H.

10. Seksi Pelatihan : Syekh Azwar Syam, MM (Ketua)

Anggota : Aswin Tanjung

11. Pemuda & Olahraga : Nadiar Hakim (Ketua)

Anggota : Martalira

12. Seksi Pemberdayaan Perempuan : Icel (Ketua)

Anggota : Nosweti; Ani.

C. Badan Pelaksana/ Kelompok Kerja (Pokja)

1. Kerjasama Ranah & Rantau :

Miryul MT Miron, SE (Ketua)

Anggota :Assyifa Nurti Alma’ani ; Iswandi

2. Pengembangan Teknologi Informasi/ IT : Alfitriandes Miter (Ketua)

Anggota : M. Yunal ;

3. Penerbitan : Muhammad Ridwan, S. Hut (Ketua)

Anggota : Afrinal Lubis, S.P. ; Derwan

4. Penggalangan Dana/ Fund Rising : Elvin Ramli (Ketua)

Anggota : Bustami

5. Bantuan Hukum, HAM dan Advokasi : Alfitra, S.H. (Ketua)

Anggota : Haryanto ; Akhiruddin

Semoga dapat mengemban amanah Mubes IKPB