Kamis, 08 September 2011

AR CDM Indonesia : Berjuang Maksimal Saat Injury Time


Clean Development Mechanism – CDM atau Mekanisme Pembanguan Bersih (MPB) pernah menjadi trending topic tahun 2000 – 2007. Pada tahun tersebut, rasanya tidak sah pengetahuan lingkungan seseorang kalau belum membicarakan CDM. Sebagian ada yang percaya CDM sebagai obat mujarab perbaikan lingkungan. Sebagian pihak lain menuduh CDM sebagai alat propaganda negara maju untuk senantiasa menjajah negara berkembang. Sebagian pihak melakukan aksi pura-pura mengerti dan melakukan wait and see terhadap perkembangan negosiasi.

Di tengah hiruk – pikuknya perdebatan berbagai kalangan, Indonesia membuat terobosan penting dengan dikeluarkannya UU No 17 tahun 2004 tentang Pengesahan Kyoto Protocol Atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim. Sejak saat itu berbagai proyek CDM bermunculan dan dikembangkan di Indonesia. Sampai 1 Maret 2011 tercatat sudah ada 61 proyek CDM Indonesia yang teregistrasi di Executive Board.

Dari 61 proyek ini, yang terbanyak adalah kegiatan biogas (22 proyek), biomassa 7 proyek, penghindaran terbentuknya gas metana 6 proyek, pemulihan dan pemanfaatan kembali gas metana 6 proyek, energi Terbarukan Lainnya 5 proyek, penggunaan bahan baker 4 proyek, semen 4 proyek dan beberapa kegiatan CDM energi lainnya. Hebatnya, sampai Juli 2011 belum satupun proyek Aforestasi/Reforestasi (A/R) CDM yang teregistrasi di Executive Board dari Indonesia. Tanya Kenapa ?

Korea International Cooperation Agency (KOICA) dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Kementerian Kehutanan melakukan kerjasama project AR CDM pada Hutan Lindung Sekaroh, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Luas areal untuk kegiatan AR CDM ini seluas 300 ha. Jarak tanam yang disepakati stakeholders adalah 6 x 3 meter. Hal ini dilakukan untuk memberikan ruang tumbuh tanaman semusim milik petani. Pada awalnya muncul pesimisme dari berbagai kalangan, baik masyarakat, LSM juga sebagian aparat pemerintah. Tapi secara perlahan, aktivitas ini menuju pada kesuksesan. Ada apa dengan proyek ini ?

Bersama Merehabilitasi Lahan

Sesuai khittah dalam pelaksanaan program bersama masyarakat, mengenal tokoh berpengaruh adalah salah satu prasyarat untuk keberhasilan program. Mengenal tokoh penting di Kecamatan Jerowaru dilakukan sebelum program dilakukan. Pengenalan tokoh-tokoh bukan hanya di tingkat kecamatan, tapi juga dilakukan untuk tingkat desa dan kampung. Tokoh penting di setiap level ini adalah orang yang akan menentukan kelanjutan program yang akan dilakukan bersama masyarakat. Jika mereka tidak dikenali lebih jauh, maka ada kemungkinan program yang sudah berjalan menjadi gagal.

Proses pengenalan tokoh dilakukan dengan cara berkunjung, silaturahmi, anjangsana dan ikut dalam kegiatan kelompok yang sudah ada. Semua proses tersebut dilakukan secara santai dan informal. Dari hasil survei dan diskusi diketahui bahwa tokoh panutan dan paling berpengaruh di tiap level adalah Tuan Guru (ulama setempat).

Melalui Tuan Guru, Dinas Kehutanan, Camat, Kades dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) proses sosialisasi dilakukan. Kebersamaan tampak terlihat pada kegiatan penanaman perdana kegiatan. Semua pihak ikut terlibat. Aparat kepolisian, TNI, Guru, Murid SD – SMP, Tuan Guru, petani, KOICA dan Kementerian Kehutanan semua bersatu untuk menyukseskan kegiatan rehabilitasi lahan.

Peningkatan Income Masyarakat

Berdasarkan data dari Badan Metereologi Kabupaten Lombok Timur tahun 2000 – 2009, curah hujan rata-rata tahunan sebesar 1.539,3 mm. Suhu minimum berkisar antara 21,00C – 27,00C. Sedangkan suhu maksimum berkisar antara 31,00C – 32,30C.

Angka curah hujan ini tergolong rendah. Hal ini mengakibatkan aktivitas pertanian masyarakat hanya bisa berproduksi sekali dalam setahun. Hujan biasanya terjadi antara Bulan November – Maret. Pada awal musim hujan, masyarakat Sekaroh umumnya menanam jagung.

Masa bertani yang hanya sekali setahun membuat masyarakat kebanyakan pasrah dengan keadaan alam. Tidak mengherankan jika kondisi perekonomian masyarakat tergolong miskin. Menurut distribusi beras miskin (raskin) yang dibagikan oleh Kepala Desa, semua masyarakat Desa Sekaroh memperoleh raskin. Ini menunjukkan bahwa masyarakat Sekaroh masuk dalam kategori miskin.

Kondisi perubahan iklim yang melanda dunia menambah derita masyarakat Sekaroh. Perubahan iklim yang diikuti perubahan pola turunnya musim hajan dan panas mengakibatkan masyarakat Sekaroh sering rugi dalam usah pertanian. Bahkan tahun 2010, masyarakat Sekaroh rugi dalam bertani rata-rata 6 juta per keluarga.

Ironisnya, kerugian ini dialami masyarakat hampir rutin terjadi sekali dalam rentang waktu 3-4 tahun. Namun masyarakat tidak punya pilihan jenis selain tanaman jagung. Padahal masyarakat sudah tahu sering rugi dan setiap menanam harus mengeluarkan biaya seperti persiapan lahan, beli bibit, penanaman, pemeliharaan dan pemanenan. Semua biaya ini kebanyakan dipinjam dari pedagang pengumpul dan hasil panen masyarakat biasanya dijual lagi pada pedagang pengumpul.

Program kerjasama KOICA dengan Litbang Kehutanan ini mencari alternatif jenis tanaman yang sesuai dengan biofisik lahan, sekali tanam – selanjutnya tinggal panen sehingga tidak ada resiko kerugian petani. Berbeda dengan sifat tanaman hortikultura yang setelah panen harus mengeluarkan modal untuk persiapan lahan, tanam sampai panen.

Hasil studi biofisik lahan, diskusi dengan masyarakat dan Gapoktan disetujui pilihan jenis yang merupakan kombinasi dari tanaman hutan dengan tanaman buah-buahan. Jenis tanaman buah-buahan yang disukai masyarakat dan sesuai dengan kondisi tanah dan iklim setempat antara lain mangga, nangka, asam dan srikaya. Tanaman ini diyakini semua pihak dapat meningkatkan pendapatan petani dibanding tanaman sebelumnya dan dilain pihak mampu menyerap karbon.

Potensi Karbon

Pemilihan jenis tanaman yang sesuai keinginan masyrakat diharapkan tanaman dapat hidup selamanya. Masyarakat juga antusias menerima program ini karena melihat ada peluang peningkatan ekonomi. Dari sisi penyerapan karbon pemilihan jenis tanaman ini berpotensi menyerap karbon yang besar.

Penyerapan karbon yang tertinggi berasal dari jenis tanaman kayu-kayuan. Jenis kayu-kayuan yang dipilih ini antara lain mahoni, sonokeling dan mimba. Jenis-jenis ini adalah jenis yang tahan dengan kondisi tanah kering dan sudah teruji di lapangan. Potensi penyerapan karbon selama 20 tahun untuk jarak tanam 6 x 3 meter dari ketiga jenis ini diperkirakan sebesar 57.292 ton CO2e.

Untuk tanaman buah-buahan yang disukai masyarakat yaitu mangga, nangka, srikaya dan asam. Jenis ini dipilih selain mendapatkan penghasilan dari panen buah-buahan, juga memiliki potensi penyerapan karbon yang cukup baik. Potensi penyerapan karbon untuk jenis ini selama 20 tahun untuk jarak tanam 6 x 3 meter, diperkirakan sebesar 13.923 ton CO2e.

Potensi total penyerapan karbon untuk 300 ha adalah penjumlahan dari semua jenis tanaman kayu-kayuan, buah-buahan dan potensi pertambahan karbon tanah. Leakage (kebocoran) untuk kegiatan ini diasumsikan nol karena berdasarkan diskusi dengan masyarakat, tidak ada lagi lahan yang bisa dibuka oleh masyarakat. Semua lahan sudah ada penggarapnya. Total potensi penyerapan karbon di Sekaroh selama 20 tahun pada areal 300 ha diperkirakan sebesar 81.874 ton CO2e.

Kelembagaan, Awig-Awig & Distribusi Karbon

Pengembangan kelembagaan mencerminkan kebutuhan dan kesamaan visi semua stakeholders. KOICA, Litbang Kehutanan, Dinas Kehutanan Provinsi dan Kabupaten, Gapoktan serta petani sepakat melakukan kegiatan rehabilitasi lahan sesuai dengan kompetensi masing-masing.

Untuk implementasi dan menjaga kontinuitas program dan mengantisipasi terjadinya persoalan di kemudian hari maka Gapoktan dan petani sepakat membuat awig-awig. A
wig-awig adalah peraturan komunitas yang dibuat secara bersama dan akan dijaga semua pihak secara bersama. Jika ada yang melanggar peraturan maka pelanggar akan dikenai sanksi sosial atau sanksi sesuai dengan yang tercantum pada awig-awig. Misal, ada ternak yang masuk ke dalam ladang seseorang tanpa diberi tahu dan merusak isi ladang maka ternak tersebut bisa menjadi pemilik ladang atau bentuk sanksi lainnya.

Sedangkan distribusi manfaat nilai karbon, pada prinsipnya KOICA, Litbang Kementerian Kehutanan dan Gapoktan sepakat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya buat petani. Untuk sementara distribusi nilai karbon mengacu pada Permenut No 36 tahun 2009 tentang Tata Cara Perizinan Usaha Pemanfaatan Penyerapan Dan/Atau Penyimpanan Karbon pada Hutan Produksi dan Hutan Lindung. Pada lampiran III dalam peraturan ini disebutkan untuk HKM distribusi manfaat diatur sebesar 50 % untuk masyarakat, 20 % untuk pemerintah dan 30 % untuk Developer.

Berburu Saat Injury Time

Keseriusan KOICA dan Litbang Kehutanan Depaetemen Kehutanan untuk meloloskan kegiatan AR CDM ini patut diacungi jempol. Berbagai kendala lapangan baik tekhnis, sosial, biofisik lahan, kelembagaan dan administrasi diselesaikan satu persatu. Setelah berproses sekitar 8 bulan di lapang, baru ketahuan bahwa untuk meloloskan program CDM di Hutan Lindung perlu adanya Izin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan (IUPJL) atas lahan.

Untuk Hutan Lindung dengan areal sudah diokupasi masyarakat ada beberapa kemungkinan pengelolaan yaitu melalui Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) atau Hutan Kemasyarakatan (HKM). Kedua alternatif ini sama-sama sulit dalam prosesnya dan membutuhkan waktu yang lama sampai keluar izin.

Tanpa adanya IUPJL maka kegiatan ini tidak akan mendapatkan Surat Keterangan Kelayakan proyek AR CDM dari Bupati dan Surat Rekomendasi dari Menteri Kehutanan. Tim KOICA dan Litbang Kehutanan berpacu dengan waktu untuk melewati rintangan ini. Diharapkan semua proses termasuk validasi oleh tim validator dari Jepang harus selesai sebelum tahun 2012. Semua tahu bahwa proyek CDM periode komitmen pertama yaitu tahun 2008-2012. Artinya waktu yang tersisa sebelum tahun 2012 tinggal menghitung bulan dan belum satupun proyek AR CDM di Indonesia yang terdaftar di UNFCCC. Akhirnya hanya dalam waktu kurang dari 3 bulan Menteri Kehutanan sudah mengeluarkan surat pencadangan area HKM untuk Hutan Lindung Sekaroh yang juga bisa digunakan untuk usaha pemanfaatan jasa ingkungan.

Ketika Tim Validator datang dari Japan Audit and Certification Organization for Environment and Quality (JACO – Jepang) tanggal 10 – 15 Juli 2011, Surat Pencadangan Area HKM dari Menteri Kehutanan sudah keluar. Validator JACO yang beranggotakan 4 orang yang terdiri dari Yukio TAKANO (Team Leader), Dainosuke ODAMURA (Team Member), NAKAMA Eiichiro (Expert JIFPRO) dan TANAHASHI Yuhei (Observer JIFPRO) melakukan validasi dokumen dan diskusi dengan stakeholders di Kabupaten Lombok Timur tanggal 10 – 13 Juli 2011. Tanggal 14 dan 15 Juli 2011 melakukan interview dengan pengambil kebijakan di Departemen Kehutanan.

Semua proses validasi dilakukan dengan terbuka, jujur dan transparan, semua dokumen yang diperlukan validator telah diberikan. Beberapa catatan validator untuk perbaikan PDD segera dilengkapi tim KOICA dan Litbang Kehutanan. Semua pihak berharap kegiatan AR CDM di Lombok Timur ini bisa diregister di Executive Board (EB) UNFCCC. Kalau kegiatan ini dapat teregistrasi di EB maka ini adalah kegiatan AR CDM pertama di Indonesia. Semoga.



Muhammad Ridwan

Forestry Specialist di CER Indonesia

Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Tropis, edisi 05, Agustus 2011

Disarikan dari dokumen PDD kegiatan kerjasama KOICA – Litbang Kehutanan Kementerian Kehutanan, yang ditulis oleh : Rizaldi Boer, Han Ki Joo, Chairil Anwar Siregar, Delon Marthinus, Muhammad Ridwan,
Syahrina D. Anggraeni dan Ari Suharto