Jumat, 17 Juli 2009

PERDA MIRAS*

Seorang ahli kesehatan dari Jerman pernah berkata, “Orang yang suka minuman keras yang berumur 40 tahun kondisi badannya seperti sudah berumur 60 tahun karena badan dan otaknya rusak”. Ahli kesehatan yang lain menyatakan kalau miras berkonstribusi besar bagi kerusakan jantung, ginjal, paru-paru, mengurangi sensitivitas indra pengecap dan mengakibatkan radang tenggorokan. Hal yang terasa langsung adalah hilangnya kesadaran sehingga hilangnya potensi untuk melakukan sesuatu yang produktif dan cenderung berperilaku destruktif.
Sementara bagi pergaulan sosial, seseorang yang hobi nenggak miras akan dikucilkan masyarakat dan dianggap berbahaya. Karena ketika mabuk, seseorang menjadi kehilangan kendali dan tidak dapat mengontrol diri. Di lingkungan masyarakat yang mayoritas muslim, pecandu miras akan mendapat resistensi (penolakan) karena dianggap pelaku maksiat.
Lho, kenapa masih ada yang doyan miras ?

Peminum miras sebenarnya adalah orang yang tidak percaya diri (PD). Dia tidak PD berbicara dengan orang lain dan untuk menghadapi lawan bicaranya dia akan minum untuk menghilangkan rasa takutnya. Memang, peminum miras bisa dibilang orang pengecut – karena lari dari kenyataan.
Pengalaman di ManokwariPada bulan Mei 2009 saya berkesempatan mengunjungi Manokwari, Provinsi Papua Barat. Saya sangat beruntung, ketika di Manokwari saya diajak oleh teman-teman disana untuk berkeliling kota. Selain menikmati keindahan alam Papua, saya sangat terkejut mendapat kenyataan, Bahwa di Kabupaten Manokwari Sudah Terbit Perda Larangan Miras.
”Hah ?” Saya terkejut bukan kepalang. Saya spontan bertanya pada teman saya - orang Papua asli, ”Benarkah sudah ada Perda Larangan Miras di Manokwari ?”

Dengan santun teman saya bercerita, ”inilah sesuatu yang membanggakan di Manokwari. Aparat pemerintah seperti pejabat pemerintah kabupaten, DPRD dan tokoh masyarakat sudah sepakat untuk melarang peredaran miras di Manokwari”.

Keseriusan aparat pemerintah dan tokoh masyarakat ini diimplementasikan dalam bentuk keluarnya Perda Kabupaten Manokwari Nomor 05 tahun 2006 tentang Larangan Pemasukan, Penyimpanan, Pengedaran dan Penjualan serta Memproduksi Minuman Beralkohol.

”Sebelum Perda Miras diterbitkan, masyarakat tidak berani keluar rumah setelah magrib dan pagi hari untuk maraton. Tetapi setelah adanya perda ini, kota Manokwari cukup kondusif baik malam maupun pagi hari. Kegiatan ekonomi lebih hidup, investor meningkat dengan pesat dan perkelahian antar individu atau kelompok sangat menurun”, cerita teman saya. Wow ... luar biasa !

Dalam Perda ini juga diatur tentang Ketentuan Pidana pada pasal 8. Dalam pasal ini disebutkan pidana diberikan pada pemasok, penyimpan, pengedar, pembeli dan pemakai dengan ancaman penjara antara 1 – 5 bulan dan/atau denda 5 – 40 juta rupiah. Bahkan, jika orang yang memasuki daerah Manokwari dalam kondisi dipengaruhi oleh minuman beralkohol juga diancam penjara satu bulan dan/atau denda dua juta rupiah. Hal ini Sangat positif bagi iklim investasi dan keamanan di Manokwari.
Mabuak Berjamaah
Bagaimana dengan di Pasaman Barat, Sumatera Barat ? Sungguh, kita pernah mendengar berita yang sangat menyedihkan pada Oktober 2007. Pada saat suasana Idul Fitri yang seharusnya diisi dengan kegiatan saling silaturrahmi, saling memaafkan dan suka cita, justeru terjadi berita Mabuak Berjamaah. Hadiahnya berupa hilangnya nyawa peminum lebih dari sepuluh orang dalam pesta ini. Hah ….! Berita yang begitu menyayat hati. Inikah buah dari Pemekaran Kabupaten yang baru terjadi tahun 2005?
Kita, baru saja mendengar kabar memprihatinkan atas kondisi korupsi berjamaan di Sumatera Barat, kini Pasaman Barat melengkapi cerita dengan berita Mabuak Berjamaah. Weleh weleh …, carito apo iko Jo ?

Adaik Basandi Sarak
Sarak Basandi Kitabullah
Pasaman Barat adalah salah satu Kabupaten di Sumatera Barat (Minang) yang sangat menjunjung tinggi adat. Setiap derap langkah, kata dan perbuatan selalu diingatkan oleh adat yang sungguh mulia.

Setiap orang Minang pasti tahu bahwa mereka hidup dalam naungan adat yang terkenal dengan falsafah Adaik Basandi Sarak, Sarak Basandi Kitabullah (Adat bersendi agama dan agama berpedoman pada kitab Allah/Al-Qur’an).

Bukankah urang awak tahu bahwa Al-Qur’an sebagai hukum tertinggi orang Minang Kabau sudah melarang minuman keras? Bukan satu atau dua ayat dalam Al-Qur’an yang berisi tentang miras tetapi banyak. Kita bisa lihat Surat Al-Baqarah ayat 219; surat An-Nisa ayat 43; Surat Al-Maidah ayat 90 dan masih banyak ayat lain yang menyinggung ini.

Lalu, dikemanakan Al-Qur’an yang katanya sebagai pedoman hidup tertinggi ini ? Mungkin sudah saatnya kita belajar dari Manokwari, Papua Barat yang sudah cukup efektif menerapkan Perda Larangan Miras. Jangan malu belajar, bahkan nabipun pernah bersabda, “Tuntutlah ilmu walaupun ke negeri Cina”. Sudah saatnya Pasaman Barat memiliki Perda Larangan Miras & menjalankannya dengan sungguh-sungguh.


Oleh: Muhammad Ridwan, S.Hut
Berita Ini Masuk dalam Buletin IKP Barat edisi 1, Juli 2009

Kamis, 16 Juli 2009

Uniknya Kantong Semar Pulau Buru - Maluku

Setiap daerah memiliki kondisi biofisik yang berbeda. Hal ini menyebabkan flora-fauna yang hidup juga menjadi berbeda.

Indonesia termasuk salah satu negara yang memiliki wilayah - terutama pulau besar - yang kondisi biofisiknya juga berbeda. Salah satu flora yang berbeda dan unik adalah kantong semar. Lihatlah, kantong semar ini. Saya lihat sangat berbeda dengan yang ada di Sumatera & Kalimantan (Mungkin juga ada yang sama tetapi yang saya lihat dengan di Hutan Sumatera & Kalimantan berbeda). Selain ukurannya berbeda, kantong semar Pulau Buru juga memiliki warna, duri dan tekstur yang berbeda (kayak mengerti saja tentang kantong semar hehe....).



Selamat menikmati indahnya kantong semar Pulau Buru - Maluku.
Wassalam,
Ridwan

Realitas Dibalik Sekolah Gratis Ada Dimana-Mana

Pada akhir Juni 2009, saya begitu terkejut mendengar cerita isteri saya. Padahal saya termasuk salah seorang penikmat iklan "Sekolah Gratis Ada Dimana-Mana" .

Ceritanya begini :

Pagi itu, seorang tetangga (jarak rumahnya dg kami sekitar 300 meter, sebut saja Siti namanya) datang ke rumah. Setelah bicara sana-sini, entah kenapa isteri saya menanyakan tentang umur anak Teh Siti. Teh Siti bilang bahwa ada anaknya yang sudah tamat TK dan mau masuk SD. "Tetapi kemungkinan anak saya tidak akan kami daftarkan ke SD, karena tidak punya biaya, Bu", ungkap Teh Siti tanpa bermaksud minta dikasihani.

Spontan isteri saya bertanya, "Bukannya sekolah udah gratis, Bu?"

"Memang biaya masuk gratis, Bu ! Tetapi kami tidak punya uang untuk beli baju seragam, baju olahraga, sepatu, tas dan buku tulis", jawab Teh Siti polos.

"Daftarkan saja dulu, Bu. InsyaAllah nanti saya bantu sebisanya", isteri saya coba memotivasi Teh Siti agar anaknya didaftarkan ke SD.

"Majikan saya yang dulu juga berkata begitu, Bu ! Setelah bantu sekali, selanjutnya tidak pernah lagi. Setelah kami pikir, mungkin memang jalan hidup keluarga kami untuk tidak sekolah," sambung Teh Siti datar tanpa ekpresi sedih. Teh Siti meyakini setiap orang sudah punya jalan hidupnya masing-masing. Teh Siti berprofesi sebagai pedagang gorengan keliling (sebelumnya PRT), ibunya berprofesi sama, sedangkan adiknya jadi PRT. Teh Siti juga sedang mencari orang yang membutuhkan PRT. Suaminya kerja bangunan serabutan - yang penghasilannya hampir selalu tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari.

Ternyata, Persoalan biaya pendidikan gratis belum tuntas. Masih banyak persoalan lain. Mungkin di sini peran hidup bertetangga dan kita perlu memperhatikan kondisi sekeliling kita.

Semoga cerita ini bermanfaat.

Wassalam,

Ridwan