Minggu, 06 November 2011

AGRIBISNIS BERBASIS TANAH ULAYAT


Pembangunan pertanian di Sumatera Barat menghadapai banyak tantangan, antara lain: kerusakan lingkungan, rawan berbagai bencana, transportasi antar wilayah dan potensi tanah ulayat yang tidak termanfaatkan secara optimal. Disamping itu di Sumatera Barat terdapat beberapa potensi yang diharapkan dapat mempercepat pembangunan pertanian, antara lain: kuatnya keterkaitan ranah dan rantau sebagai sumber permodalan dan pasar potensial melalui jejaring “Persatuan Saudagar Minang”, keberadaan beberapa lembaga penelitian pertanian di daerah ini (Balai Nasional Penelitian Buah, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian serta Instansi Penelitian (Kebun Percobaan Balittro – di Solok), dan wirausaha dan ketersediaan tenaga terdidik yang memadai.

Tanah ulayat (pusako) telah menjadi suatu dilema dan karena itu sampai saat ini menjadi ajang manipulatif, karena di satu pihak merupakan “asset” berharga dan di lain pihak tidak mudah di miliki. Secara filosofis tanah ulayat (pusako) adalah tanah milik kaum (bersama) yang tidak boleh dibagi dan dimiliki secara mutlak, tetapi dapat dikelola dengan baik dan optimal. Azas utama tanah ulayat “Jua ndak makan bali, gadai ndak makan sando”.

Tanah ulayat mempunyai nilai sejarah yang dapat diungkap sebagai “tulang belulang” Ninik-Mamak dari suatu kaum yang punya tapian mandi dan pandan pekuburan di suatu koto/kampung. Untuk itu tanah ulayat bertujuan melanggengkan/ melestarikan keberadaan dan kepemilikan kaum atas pusako untuk mendukung kesejahteraan kaum yang harus dikelola secara baik dan efisien. Tanah ulayat karena dimiliki secara kolektif menjadikan motivasi anggota kaum rendah untuk mengelola secara intensif, akibatnya banyaknya lahan idle atau tidak dimanfaatkan secara optimal (tidak produktif). Pemanfaatan dan penggunaan tanah ulayat di propinsi Sumatera Barat telah diatur melalui Perda No.6 Thn 2008.

Agribisnis Berbasis Tanah Ulayat

Agribisnis adalah totalitas dari kinerja subsistem hulu, subsistem produksi (pertanian primer), subsistem pengolahan hasil, subsistem pemasaran dan kelembagaan. Pendekatan agribisnis dalam pembangunan pertanian diyakini adalah suatu pendekatan yang dapat meningkatkan pendapatan petani untuk mewujudkan kesejahteraannya, dikarenakan pendekatan agribisnis adalah pendekatan yang terintegrasi pada semua simpul-simpul usaha dari hulu sampai hilir.

Kontribusinya lebih besar dari pendekatan usaha tani. Komponen agribisnis meliputi: peningkatan asset tetap sebagi kekayaan produktif usaha tani di masa yang akan datang, pemupukan modal kerja sebagai modal petani secara berkelanjutan dan dapat keluar dari keadaan terdesak (ijon), pembinaan sumber daya manusia khususnya petani sebagai pengelola usaha tani, peningkatan nilai tambah melalui keterlibatan petani dalam pengolahan, peningkatan bagian harga yang diterima petani melalui pemasaran dan penurunan biaya produksi dan harga input melalui kelembagaan (koperasi).

Pembangunan pertanian berbasis nagari bertujuan memanfaatkan tanah ulayat secara optimal yang didukung oleh pembangunan komoditas bernilai ekonomi tinggi. Model usaha tani yang berbasis revitalisasi sumber daya lahan berupa tanah ulayat (milik kaum) di nagari untuk dikelola bersama oleh kaum. Agribisnis berbasis tanah ulayat ini dapat mengadopsi model ”corporate farming” yang diusahakan secara modern melalui pendekatan agribisnis (subsistem hulu, pertanian primer, pengolahan hasil, pemasaran dan kelembagaan) dengan luasan yang ekonomis (10-20 ha).

Adapun skema agribisnis berbasis tanah ulayat tersebut dicirikan oleh :

1. Karakter Manajemen :

· Efisiensi dan skala ekonomis pemanfaatan dan pengelolaan minimal 10-20 ha / KKP.

· Menerapkan manajemen pertanian modern yang terintegrasi dari hulu sampai hilir (pendekatan agribisnis).

· Membudidayakan komoditas bernilai ekonomi tinggi terutama perkebunan dan peternakan (sawit, karet, sapi, manggis, gambir dll).

2. Lembaga pendukung.

· Pemerintah daerah keterkaitan dengan pendekatan program, mengembangkan model pemanfaatan tanag ulayat berbasis nagari, suku dan kaum.

· Lembaga penunjang : perguruan tinggi, Lembaga penelitian, LSM sebagai motivator dan perancang grand design, penyiapan data, analisis ekonomi, dll.

· Partisipasi swasta dan pemerintah dalam inisiasi pengembangan model di beberapa lokasi percontohan.

· Unsur LKKM, LKKAN, LSM lokal sebagai lembaga steering ( Pembina dan pengendali).

3. Keorganisasian Pelaksana :

· Mengadopsi model “Corporate Farming” dan revitalisasi ninik mamak dalam pengawas dan pengendali

· Manajemen operasionil dijalankan oleh tenaga professional dalam kaum melalui pelatihan.

· Dukungan teknologi dan informasi melalui koordinasi dan komunikasi dengan Pemerintah Daerah dan Badan Litbang Pertanian.

· Kaum (saparuik/saniniek) sebagai kelompok pengelola.

Power sharing dan provites sharing berbasiskan struktur dalam kelompok saparnik/saniniek.

Agribisnis berbasis Tanah Ulayat di Pasbar.

Kabupaten Pasaman Barat (Pasbar) dari sektor perkebunan tergolong pada kabupaten yang sangat berpotensi besar untuk dijadikan model agribisnis berbasis tanah ulayat. Hal itu dikarenakan beberapa kondisi seperti: Secara aktual mempunyai tanah ulayat terluas di Propinsi Sumatera Barat ( ± 600.000 ha) - diperkirakan idle seluas 300.000 ha, Punya keunggulan kompetitif untuk komoditas-komoditas bernilai ekonomi tinggi (kelapa sawit, karet, manggis, sapi, kakao, dll), pola yang sudah ada di Pasbar (pola PIR dan pola Swadaya) sudah berjalan dan introduksi pola agribisnis berbasis tanah ulayat dapat dijadikan pola alternatif.



* Prof. Dr. Ir. H. Syafril Kemala

· Guru Besar di bidang Sosial – Ekonomi, Pertanian

Ketua Umum IKPB 2004 - 2010

1 komentar:

abp29 mengatakan...

NICE POST. KUNJUNGAN PERSAHABATAN