- Penasehat IKP Barat Jaya/ Sesepuh Perantau asal Pasaman Barat di Jakarta Raya
Orang Pasaman Barat yang menduduki jabatan penting di panggung nasional, masih bisa dihitung dengan jari. Salah satunya ialah Brigjen TNI (Purn.) Drs. H. Ahmad Nazri Adlani. Beliau pernah menjadi Wakil Ketua MPR-RI periode 1999 - 2004, dan kini masih aktif sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia, memimpin Ormas Islam Al Ittihadiyah, serta sejumlah jabatan penting lainnya.
Pak Nazri memang berasal dari keluarga ulama. Ayah beliau, almarhum H. Muhammad Adlani, mendalami ilmu agama selama 9 tahun di Mekkah, bersama Inyiak Canduang dan Inyiak Parabek. Dua nama yang disebut terakhir, seperti diketahui, sangat dikenal sebagai ulama besar di Sumatera Barat. “Mungkin karena Bapak di Ujung Gading, yang waktu itu masih terbilang daerah terpencil, jadi kurang begitu kedengaran kiprahnya,” kisah Pak Nazri ketika menerima Redaksi Buletin IKP Barat di ruang kerjanya, di lantai 3 Kantor Pusat MUI, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, sehari setelah HUT Kemerdekaan RI ke-64.
Dalam suasana perjuangan kemerdekaan, di tahun 1926, orang tua Pak Nazri mendirikan pesantren Adlaniyah di Ujung Gading. Di pesantren itu pula beliau ditempa, sejak dari Tsanawiyah (1951-1954) sampai Aliyah (1954-1957), kemudian melanjutkan kuliah di Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) hingga meraih gelar Sarjana Muda (BA) di tahun 1963.
Ketika kuliah di UISU, Pak Nazri terpilih sebagai salah satu dari 100 mahasiswa dari seluruh Indonesia yang mendapat kesempatan mengikuti Sekolah Perwira Cadangan Wajib Militer (SEPACAD WAMIL) di Malang, selama 10 bulan. Inilah awal karirnya di dunia militer, dengan pangkat Letnan Dua Infanteri. Selama 25 tahun masa kedinasan di militer (1962-1987), Pak Nazri menduduk berbagai jabatan penting di bidang pembinaan mental/ rohani Islam TNI-AD, hingga memasuki masa purnawirawan dengan pangkat terakhir Brigadir Jenderal (Brigjen).
Meskipun sedang dinas aktif di militer, Pak Nazri masih menyempatkan diri menimba ilmu di berbagai perguruan tinggi, baik di dalam maupun di luar negeri. Di dalam negeri, beliau menyelesaikan S-1 di Fakultas Ushuluddin, IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta (1976). Di luar negeri antara lain di Universitas Islam Baida’, Libya (1969-1970); Universitas Al Azhar, Cairo (1970-1971), dan di Macquary University, Sidney, Australia (1995). Pak Nazri juga pernah dipercaya sebagai Rektor di IAIN Sumatera Utara, Medan (1987-1995).
Ketika menjabat sebagai Sekretaris Umum MUI (1995-2000), Pak Nazri dipercaya sebagai Anggota MPR-RI (1997-1998). Pada saat pemilihan pimpinan MPR-RI, dari Utusan Golongan beliau berhasil meraih suara terbanyak, dan menjadi Wakil Ketua MPR-RI (1999-2004).
Meskipun sangat sibuk dengan tugas-tugas kenegaraan, namun hal itu tak mengurangi kepeduliannya terhadap kampung halaman. Waktu itu ruang kerjanya di Senayan sering jadi tempat berkumpul perantau asal Pasaman Barat di Jakarta, termasuk jadi tempat rapat para aktivis pemekaran, yang kemudian berhasil melahirkan Kabupaten Pasaman Barat. Hingga saat ini, beliau juga terus memantau perkembangan di Pasaman Barat. “Kita bersyukur, tidak ada gejolak yang berarti, tapi penyelenggara pemerintahan di Pasaman Barat semestinya bisa lebih kreatif dalam mengejar ketertinggalan. Kita memiliki potensi jadi kabupaten termaju di Sumatera Barat,” katanya.
Awal Mei lalu usia Pak Nazri sudah genap 71 tahun (lahir di Ujung Gading 1 Mei 1938), tapi ia masih tangkas dan aktif dalam berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan. Beliau bahkan sering tampak menyetir sendiri saat bepergian.
Mudah-mudahan generasi muda Pasaman Barat bisa mengikuti jejak keberhasilan beliau, Amin.
Oleh : Miryul MTM, SE
Dimuat pada Buletin IKP - Barat, Edisi 3, September 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar