Rabu, 27 Juli 2011

POTENSI PENURUNAN EMISI DI MUSI RAWAS*


Harapan terindah kegiatan pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD) berupa manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar hutan, negara dan terjadi kelestarian lingkungan. Jika ketiga aspek ini bisa terealisasi maka kegiatan REDD yang berorientasi untuk melakukan penurunan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfir akan tercapai. REDD berpotensi mengurangi emisi GRK dengan biaya yang rendah, waktu yang singkat dan pada saat bersamaan diharapkan bisa membantu masyarakat miskin di sekitar hutan dan membantu negara untuk mencapai pembangunan berkelanjutan.

Pertanyaannya, mungkinkah ini bisa terlaksana ? bagaimana melakukannya ? Relakah Negara maju sebagai emitor terbesar memberikan kompensasi yang realistis pada negara yang melakukan penyerapan emisi ?

Pada kenyataannya, ide REDD yang semula terlihat mudah dan ideal, faktanya tidak sesederhana yang dibayangkan. Muncul berbagai persoalan dalam realisasinya, seperti kesepakatan internasional untuk masukkan isu baseline, additionality, permanence, Reference emission level (REL) dan Reference Level (RL). Semua isu ini mudah diucapkan tetapi sulit dilaksanakan.

Belum lagi semua isu diatas terselesaikan, muncul lagi persoalan baru mengenai kelembagaan implementasi REDD, kelembagaan keuangan dan mekanisme distribusi insentif. Siapa yang harus membentuk ini semua dan dari mana biayanya ?

Mungkinkah masyarakat sekitar hutan yang berpendidikan rendah, akses infomasi terbatas dan miskin secara ekonomi bisa ikut berpartisipasi dalam kegiatan REDD. Bisakah semua isu yang begitu rumit disederhanakan sehingga masyarakat juga bisa berpartisipasi ? Siapa yang akan melakukan capacity building untuk masyarakat ? Memang semua pertanyaan diatas masih menjadi pertanyaan tanpa ada jawaban pasti.

Berdasarkan berbagai pertanyaan di atas, JICA – Jepang dan Carbon and Environmental Research (CER) Indonesia tahun 2009 melakukan studi tentang Kemungkinan REDD di Taman Nasional Kerinci Seblat, khususnya yang berada di kabupaten Musi Rawas. Selanjutnya tahun 2010 dan 2011 Center for Clean Air Policy (CCAP) – Amerika Serikat dan CER Indonesia melakukan studi lanjutan untuk membangun model kelembagaan bagi implementasi REDD pada skala lokal. Kementerian Kehutanan, Pemda Provinsi dan Kabupaten mendukung penuh kegiatan ini.
Potensi yang Besar

Hasil studi JICA dan CER Indonesia tahun 2009 menunjukkan adanya peluang yang besar untuk implementasi REDD khususnya di Kabupaten Musi Rawas. Luas Kabupaten ini 1.236.582,66 Ha. Luas hutan Kabupaten ini 599.455 ha yang terdiri dari Hutan Konservasi ( TNKS ) 248.360 ha, Hutan Produksi Tetap 301.458 ha, Hutan Produksi Terbatas 25.288 ha, Hutan Lindung 1.842 ha dan Hutan Produksi Konvers 22.507 ha.

Berdasarkan studi ini, laju emisi dari kegiatan deforestasi dan degradasi hutan di Kabupaten Musi Rawas antara tahun 2003 dan 2006 adalah sebesar 5,9 juta ton CO2 per tahun. Sebanyak 88% emisi dihasilkan dari kegiatan deforestasi hutan sekunder dan degradasi pada hutan primer.

Besarnya laju deforestasi dan degradasi ini menunjukkan adanya peluang yang besar bagi kabupaten Musi Rawas untuk berperan dalam kegiatan REDD di Indonesia. Angka deforestasi dan degradasi ini juga berkorelasi positif dengan angka emisi pada tahun yang sama. Rata-rata emisi dari berbagai tipe vegetasi antara tahun 2003 – 2006 sebesar 5.881.933 ton CO2/tahun. Sumber emisi yang terbesar berasal dari degradasi pada hutan primer dan deforestasi dari hutan sekunder .

Kelembagaan REDD Musi Rawas

Heboh Letter of Intent (LoI) antara Indonesia dengan Norwegia sudah ditindaklanjuti dengan cepat oleh pemerintah. Presiden RI mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2010 tentang Satuan Tugas Persiapan Pembentukan Kelembagaan REDD+. Dalam Kepres ini Satgas REDD+ memiliki enam tugas yaitu : Memastikan penyusunan strategi nasional REDD+ dan Rencana Aksi Nasional Pengurangan Gas Rumah Kaca (RAN-GRK); Mempersiapkan pendirian lembaga REDD+; Menyiapkan instrumen dan mekanisme pendanaan; Mempersiapkan pembentukan lembaga MRV (monitorable, reportable and verifiable, atau termonitor, terlaporkan dan terverifikasi) REDD+ yang independen dan terpercaya; Menyusun kriteria pemilihan provinsi percontohan dan memastikan persiapan provinsi terpilih; dan Melaksanakan kegiatan lain yang terkait dengan persiapan implementasi Surat Niat dengan Pemerintah Norwegia.

Dari enam tugas Satgas REDD+ ini, empat tugas utama belum selesai dilakukan. Mungkin harga koordinasi dan mencapai sebuah konsensus terlalu mahal di negeri ini. Hal yang membanggakan dari Studi CCAP dan CER Indonesia di Musi Rawas tahun 2010 adalah terbentuknya kelembagaan REDD di tingkat Kabupaten Musi Rawas. Ketika kelembagaan di tingkat nasional dan provinsi belum terbentuk, di Kabupaten Musi Rawas kelembagaan ini sudah terbentuk. Segenap stakeholders di Musi Rawas berhasil melewati fase koordinasi yang melelahkan dengan gemilang.

Kelembagaan REDD di kabupaten ini diberi nama Working Group REDD Kabupaten Musi Rawas dibentuk berdasarkan Keputusan Bupati Musi Rawas No. 228/KPTS/BAPPEDA/2010. Tahun 2011 dilakukan revisi dengan SK Bupati Nomor 277 / KPTS/BAPPEDA/2011 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Pelaksanaan Program Reduction Emissions from Deforestation and Forest Degradation Kabupaten Musi Rawas. Keanggotaan Working Group ini dibagi menjadi dua kategori yaitu Komisi REDD yang terdiri dari pejabat dinas-dinas terkait dan Kelompok Kerja yang ditunjuk oleh Bupati sebagai penanggung jawab Working Group REDD. Tim teknis diwakili oleh stakeholder dari Dinas Kabupaten, perguruan tinggi, LSM serta kelompok petani dan nelayan.

SK Bupati ini memberikan mandat pada Working Group REDD Musi Rawas sebanyak 5 tugas yaitu :

  1. Menyeusun strategi dan program REDD+ sejalan dengan program yang sedang dan akan direncanakan oleh Pemerintah Kabupaten Musi Rawas terkait dengan kegiatan pemanfaatan lahan dan pengelolaan sumber daya hutan
  2. Mengembangkan kegiatan pilot REDD+ berbasis masyarakat.
  3. Menyusun kerangka kerja pelaksanaan kegiatan pemantauan, pelaporan dan verifikasi (MRV) kegiatan REDD+.
  4. Menyusun strategi pemasaran program REDD+ dan menggali potensi pendanaan daerah/nasional dan internasional untuk mendukung pelaksanaannya.
  5. Tim Koordinasi mengadakan rapat koordinasi sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam setiap bulan.

Potensi Demontration Activities

Berbagai pra kondisi untuk kegiatan REDD di Musi Rawas sangat mendukung. Bukan hanya karena kabupaten ini memiliki sejarah emisi yang besar tetapi kabupaten ini memiliki tipe vegtasi yang beragam, Pemerintah Daerah yang akomodatif, masyarakat yang ramah dan pekerja tangguh, aksesibilitas yang memadai (Musi Rawas memiliki lapangan terbang), riset di daerah ini sudah cukup banyak dan di Musi Rawas ada tokoh konservasi dari masyarakat setempat yang sungguh mengagumkan. Tokoh konservasi ini tinggal di sekitar TNKS dan sudah banyak melakukan rehabilitasi lahan secara swadaya dan bahkan mengeluarkan dana pribadi untuk perbaikan lingkungan sekitar.

Hasil identifikasi studi CCAP dan CER Indonesia minimal ada 4 lokasi potensial untuk melakukan kegiatan demonstration activities (DA). Keempat lokasi yang sudah diidentifikasi itu adalah: pertama di sekitar TNKS melalui kegiatan Mengurangi Degradasi dan Deforestasi Melalui Kegiatan Agroforestry Intensif & Microhydro. Kedua kegiatan di Hutan Lindung Bukit Cogong melalui Program Pengolahan Kelapa Terpadu dan Wisata Di Wilayah Penyangga Hutan Lindung Bukit Cogong (HLBC). Ketiga, aktivitas yang terkait dengan perkebunan melalui Pengembangan Pemanfaatan Revitalisasi Perkebunan dalam Peningkatan Penyerapan Karbon pada Kegiatan Perkebunan Rakyat. Dan yang keempat melalui kegiatan Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) sebagai Salah Satu Strategi Peningkatan Stock Karbon & Peluang Masyarakat untuk Mengelola Hutan.

Manfaat Kegiatan Bagi Musi Rawas & Sumsel

Setiap program yang dilakukan oleh lembaga apapun pada prinsipnya harus memiliki manfaat bagi wilayah yang bersangkutan. Semua stakeholders di Musi Rawas sudah berkolaborasi dalam mempersipkan DA. Dari hasil diskusi bersama, semua sepakat bahwa kegiatan riset ini memiliki manfaat seperti berikut :

  1. Diperolehnya informasi baru mengenai karbon, REDD dan MRV bagi Pemda dan masyarakat
  2. Adanya peningkatan kapasitas pemda mengenai isu perubahan iklim melalui kegiatan training yang sudah dan akan dilakukan
  3. Ada dokumen tentang potensi kegiatan penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi lahan di daerah
  4. Tersosialisasinya potensi berbagai kegiatan deforestasi dan degradasi lahan pada beberapa lembaga/negara donor

Strategi Pengembangan Program Mitigasi

Untuk implementasi DA di Musi Rawas tinggal selangkah lagi. Stakeholders di Musi Rawas sudah familiar dengan isu perubahan iklim, perdagangan karbon, MRV dan berbagai peraturan terkait.

Kedepan untuk pengembangan program mitigasi ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi. Minimal ada tiga sasaran dalam fase ini yaitu pengembangan Sumberdaya Manusia, strategi mitigasi dari sektor LULUCF dan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Pembangunan Rendah Emisi.

Dari tiga prasyarat ini diharapkan diperoleh empat output utama sehingga MRV bisa terealisir dengan baik. Output tersebut adalah Manusia Berwatak dan Berkarakter Kewirausahaan, Pengelolaan Kawasan Hutan Sinergi dengan Pembangunan Daerah, Pengembangan dan Pengelolaan Bisnis Hijau serta Pola Investasi dan Investasi Sosial untuk Pembangunan Rendah Emisi. Secara lengkap.

Penutup

Salah satu kelebihan studi bersama tentang REDD di Mura adalah terbentuknya kesamaan visi semua stakeholder. Bahwa satu sama lain sama pentingnya dan program bisa tercapai jika dilakukan secara bersama. Jika di tingkat nasional dan provinsi kesulitan membentuk kelembagaan REDD+, maka di Musi Rawas melalui sebuah kebersamaan dan saling menghargai semua fase bisa dilewati. Dan hanya dalam waktu 6 bulan working group REDD Musi Rawas sudah terbentuk. Ini membuktikan bahwa koordinasi bukanlah raksasa penghalang yang tidak bisa dilewati.
*Muhammad Ridwan
Forestry Specialist di CER Indonesia

Tulisan ini sudah dimuat dalam Majalah Tropis Edisi 04 tahun 2011.
Tulisan ini merupakan ringkasan Laporan Studi REDD di Mura, yang disusun oleh : Rizaldi Boer, Lala Kolopaking, Bramasto Nugroho, Delon Marthinus, Muhammad Ridwan, Syahrina Anggraeni dan Ari Suharto
.

Tidak ada komentar: