Kamis, 08 Juli 2010

Mempertanyakan Niat Calon Bupati Pasaman Barat

Tahun 2010 rencana APBD Pasaman Barat sekitar Rp. 544.356.114.927 yang terdiri dari belanja langsung sebesar Rp. 276.793.441.886 sementara belanja tidak langsung sebesar 267.562.673.041,-. Sedangkan target PAD Kabupaten Pasaman Barat untuk tahun 2010 adalah sebesar Rp.28.067.830.000,- (www.padangmedia.com). Angka ini menunjukkan bahwa sumbangan PAD Pasaman Barat untuk APBD hanya sekitar 5,16 %.



Niat mulia pemekaran sebuah kabupaten adalah untuk percepatan pembangunan, kemudahan pelayanan publik dan kemandirian ekonomi wilayah. Semua tujuan ini dapat dilihat dari indikator peningkatan ekonomi, pendidikan dan kesehatan yang bermuara pada tingkat kesejahteraan masyarakat.

Pertanyaannya, setelah tujuh tahun Kabupaten Pasaman Barat (Pasbar) dimekarkan, apakah tujuan ini sudah tercapai ? Berdasarkan data kemiskinan tahun 2008, di Pasbar jumlah masyarakat miskin sebanyak 32.102 KK. Sedangkan kategori sangat miskin sebanyak 11.420 KK (
http://beritasore.com).

Dalam hal kemandirian ekonomi, kita bisa lihat indikator perbandingan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Tahun 2010, rencana APBD Pasaman Barat sekitar Rp. 544.356.114.927 yang terdiri dari belanja langsung sebesar Rp. 276.793.441.886 sementara belanja tidak langsung sebesar 267.562.673.041,-. Sedangkan target PAD Pasbar untuk tahun 2010 adalah sebesar Rp.28.067.830.000,- atau 5,16 % (www.padangmedia.com).

Angka ini menunjukkan bahwa sumbangan PAD Pasbar untuk APBD hanya sekitar 5,16 %. Dengan kata lain bahwa sekitar 94,84 % kehidupan Kabupaten Pasaman Barat (gaji pegawai, pembangunan infrastuktur, komunikasi, pendidikan, kesehatan, dll) disubsidi oleh pusat & daerah-daerah surplus PAD melalui pemerintah pusat. Propinsi-propinsi yang kaya akan sumberdaya alam antara lain Propinsi Aceh, Riau, Kalimantan Timur dan Propinsi-propinsi di Papua serta DKI Jakarta yang PAD-nya tinggi melalui penghasilan pajak dan industri.

Kondisi PAD Pasbar yang hanya sekitar 5,16 % ini menunjukkan bahwa kita berhutang budi lahir dan batin pada Propinsi-Propinsi yang PAD-nya surplus. Kita (Pasbar) masih hidup menadahkan tangan dan melalui belas kasihan dari propinsi lain di Indonesia. Menurut Kompas (30/09/2009) dari sekitar 7 Propinsi dan 198 kota/Kabupaten hasil pemekaran dari tahun 1999 – 2009 sekitar 20 % termasuk dalam kategori berhasil dan mampu memberikan manfaat kepada rakyat. Selebihnya sekitar 80% justru mengalami kegagalan dan hanya menggantungkan kehidupan pada pusat.

Saat ini di Pasbar sedang riuh-rendah dengan rencana pilkada 2010 – 2015. Sudah banyak bermunculan calon bupati (cabup) dan wakil bupati (cawabup) baik dari gabungan partai maupun dari calon independen.

Menurut bisik-bisik beberapa partai, untuk menjadi cabup atau cawabup minimal memiliki tiga syarat. Ketiga syarat tersebut, pertama memiliki kapasitas. Kapasitas berarti memiliki kemampuan untuk memimpin yang didasarkan atas track record selama ini termasuk kejujuran dan prestasi. Kedua, loyalitas. Loyalitas berarti memiliki kesetiaan kepada partai pengusung dan bersedia untuk mengalokasikan semaksimal mungkin waktunya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Ketiga, Isi Tas. Nah …. Syarat inilah yang bikin repot dan mempengaruhi motivasi cabup. Dengan persyaratan mengeluarkan materi yang tinggi apalagi jika melakukan money politic maka pilkada resmi menjadi ajang transaksi bisnis. Tentu syarat ini tidak terpublikasi dengan gamblang tetapi semua orang bisa merasakannya. Bagi partai pengusung keharusan menyetor nilai materi ini dibungkus dengan bahasa biaya publikasi, komunikasi, administrasi, akomodasi dan sosialisasi.

Selama metode mencari pemimpin masih didominiasi oleh potensi ekonomi calon, maka pasca terpilih menjadi bupati yang pertama dilakukan adalah usaha untuk mengembalikan investasi. Dalam kacamata ekonomi, setiap investasi yang dikeluarkan berpotensi melipatgandakan penghasilan.

Persoalannya, menjadi pemimpin rakyat (bupati atau wabup) bukanlah sebuah bisnis. Jika persepsi seperti ini masih berkembang, ini pertanda terjadinya dekadensi moral.

Para inisiator pemekaran Kabupaten Pasaman Barat tentu bersedih melihat perkembangan orientasi dan motivasi cabup / cawabup Pasbar saat ini. Mereka sudah melakukan semua ikhtiar, do’a, air mata dan pemikiran sehingga melahirkan sebuah kabupaten Pasbar. Namun, sampai saat ini keberadaan PAD Pasbar masih sekitar 5,16 % dari APBD. Jika, kabupaten lain melihat perbandingan PAD dengan APBD ini, mereka akan ketawa dan mungkin bertanya, ”kalau potensi PAD kurang dari 10 % sebenarnya apa tujuan pemekaran” ? Apa yang akan dilakukan cabup & cawabup untuk meningkatkan PAD ?
Pertanyaannya, angka kemiskinan yang cukup tinggi di Pasbar, berapa persen angka tersebut dalam diturunkan calon? Dalam hal peningkatan PAD Pasbar sehingga tidak terus hidup dari belas kasihan daerah lain, berapa persen dapat ditingkatkan dalam rencana calon ? Betapa berhutang budinya kita pada Propinsi Aceh, Riau, Kalimantan Timur, Papua dan Jakarta. Kapan Pasbar bisa hidup mandiri ? Mari kita tanya pada cabub dan cawabup kabupaten Pasaman Barat. Setiap cabup dan cawabup perlu introspeksi niat dalam pilkada 2010 – 2015 ini.
*) Muhammad Ridwan, S.Hut
- Forestry Specialist of CER - Indonesia
(Carbon & Environtmental Research Indonesia)- Pengurus IKPB & Pemimpin Redaksi Buletin IKPB

Tidak ada komentar: