Kamis, 16 Juli 2009

Realitas Dibalik Sekolah Gratis Ada Dimana-Mana

Pada akhir Juni 2009, saya begitu terkejut mendengar cerita isteri saya. Padahal saya termasuk salah seorang penikmat iklan "Sekolah Gratis Ada Dimana-Mana" .

Ceritanya begini :

Pagi itu, seorang tetangga (jarak rumahnya dg kami sekitar 300 meter, sebut saja Siti namanya) datang ke rumah. Setelah bicara sana-sini, entah kenapa isteri saya menanyakan tentang umur anak Teh Siti. Teh Siti bilang bahwa ada anaknya yang sudah tamat TK dan mau masuk SD. "Tetapi kemungkinan anak saya tidak akan kami daftarkan ke SD, karena tidak punya biaya, Bu", ungkap Teh Siti tanpa bermaksud minta dikasihani.

Spontan isteri saya bertanya, "Bukannya sekolah udah gratis, Bu?"

"Memang biaya masuk gratis, Bu ! Tetapi kami tidak punya uang untuk beli baju seragam, baju olahraga, sepatu, tas dan buku tulis", jawab Teh Siti polos.

"Daftarkan saja dulu, Bu. InsyaAllah nanti saya bantu sebisanya", isteri saya coba memotivasi Teh Siti agar anaknya didaftarkan ke SD.

"Majikan saya yang dulu juga berkata begitu, Bu ! Setelah bantu sekali, selanjutnya tidak pernah lagi. Setelah kami pikir, mungkin memang jalan hidup keluarga kami untuk tidak sekolah," sambung Teh Siti datar tanpa ekpresi sedih. Teh Siti meyakini setiap orang sudah punya jalan hidupnya masing-masing. Teh Siti berprofesi sebagai pedagang gorengan keliling (sebelumnya PRT), ibunya berprofesi sama, sedangkan adiknya jadi PRT. Teh Siti juga sedang mencari orang yang membutuhkan PRT. Suaminya kerja bangunan serabutan - yang penghasilannya hampir selalu tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari.

Ternyata, Persoalan biaya pendidikan gratis belum tuntas. Masih banyak persoalan lain. Mungkin di sini peran hidup bertetangga dan kita perlu memperhatikan kondisi sekeliling kita.

Semoga cerita ini bermanfaat.

Wassalam,

Ridwan

Tidak ada komentar: